wellcome to my blog



syukuri apa yang kita miliki, maka kita akan menerima diri kita apa adanya :)

Selasa, 15 Mei 2012

ANAK-ANAK "PEKERJA"

ANAK-ANAK “PEKERJA”

Bagi kita yang tinggal di kota-kota besar di Indonesia, mungkin sudah tidak asing lagi mendengar kata-kata pengemis dan pengamen, atau melihat mereka di jalan-jalan. Mereka tidak mengenal usia, dari kakek-kakek atau nenek-nenek hingga para anak-anak dibawah umur. Mereka juga tidak pandang waktu, pagi, siang, sore ataupun malam. Teriris hati ini melihatnya. Terebih lagi untuk pengemis anak-anak.

Pengemis dan pengamen anak-anak sering juga kita lihat, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak putus sekolah. Mereka bekerja demi sesuap nasi. Kondisi ekonomilah yang berbicara. Tidak ada pilihan lain untuk mereka selain membantu meringankan beban keluarga. Bermacam-macam latar belakang mereka mengemis ataupun mengamen, mungkin sang ayah atau ibunya sudah tak kuat lagi menafkahi mereka karena faktor sakit ataupun yang lainnya. Namun ada yang tidak dapat diterima oleh hati, terkadang mereka dipaksa oleh orang tua mereka. Karena orang tua mereka berpendapat bahwa belas kasihan orang lain akan banyak tercurahkan jika anak-anak dibawah umur bahkan balita yang mengemis atau meminta-minta. Seharusnya orang tua mereka yang bertanggung jawab untuk menafkahi, bukan sebaliknya. Orang tua mereka menunggu di rumah, sedangkan mereka sibuk mencari belas kasihan dari orang lain dengan mengemis ataupun mengamen di jalan. Atau bahkan ada ibu-ibu dari para pengamen anak-anak ini duduk-duduk di bawah pohon sedang asik bersenda gurau. Tidakkah mereka merasa khawatir terhadap anak-anak mereka yang berkeliaran di jalan raya? Sedih rasanya melihat anak-anak itu memiliki orang tua yang tidak terlalu mempedulikan keselamatan mereka.

Para pengemis dan pengamen anak-anak kehilangan hak mereka mendapatkan pendidikan. Ini menjadi jembatan kehancuran bangsa Indonesia, karena generasi muda seperti pengemis dan pengamen anak-anak sudah mulai memudar masa depannya. Kehidupan keras di jalanan menjadi hari-harinya.

Ini mengingatkan saya akan undang-undang yang mengatur anak terlantar, saya cari dan ini dia salah satu pasal yang mengatur. UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Kemudian UUD 1945 pasal 34 “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh oleh negara.” Ada pasal yang mengatur tentang anak-anak terlantar, namun apakah telah dilaksanakan dengan baik?

Jawabannya sudah terlihat, undang-undang ini belum dilaksanakan seutuhnya, mungkin sudah di kerjakan oleh pemerintah, namun masih banyak anak-anak terlantar di luar sana yang masih terkatung-katung hidupnya. Kesimpulannya, undang-undang ini belum ditegakkan sepenuhnya, jangan sampai hanya menjadi wacana. Karena pemerintah disibukkan dengan hal-hal lain. Anak-anak ini adalah penerus bangsa Indonesia. Ini merupakan “sinyal” bahwa masyarakat Indonesia belum makmur.

Terlepas dari sisi pemerintahan, anak-anak pengemis dan pengamen ini juga mendapat pengalaman yang tidak baik di jalan, saya pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri ketika angkot yang saya tumpangi ada pengamen anak kecil yang naik, kemudian si supir marah-marah dan mengusirnya dengan kata-kata tidak sopan. Saya juga melihat pengemis anak-anak, merek mengemis di pinggir jalan, jembatan penyeberangan, bahkan ke dalam angkutan umum, waktu itu di dalam angkot yang saya tumpangi, dia masuk lalu meminta-minta dengan secarik kertas yang dibagikan kepada para penumpang, bajunya kotor rambutnya berantakan. Walaupun mereka pengemis atau pengamen mereka juga manusia yang memiliki hati dan perasaan. Sedih sekali melihatnya. Jika kita meninbang-nimbang dengan kegiatan para koruptor hidup bergelimang kemewahan dari uang rakyat, tetapi masih ada rakyat Indonesia termasuk anak-anak ini yang hidup dengan beban hidup yang sangat berat. Itu akan mempengaruhi jiwa si anak. Dia akan tumbuh dengan didikan yang keras dan kasar.

Salah satu faktor negara bisa maju, adalah baaimana kualitas para penerus bangsa nya, paling tidak ia harus berbekal pendidikan dasar. Semoga di kemudian hari anak-anak ini dapat mengenyam kehidupan yang lebih layak.